RARANTA, Y. CHRISTIAN (1996) BANGUNAN PENDIDIKAN LATIHAN DAN REKREASI SEPEDA DI YOGYAKARTA. S1 thesis, UAJY.
Text
3391 TA.pdf Restricted to Registered users only Download (13MB) |
Abstract
Kemajuan peradaban manusia dewasa ini bukan terjadi secara kebetulan atau begitu saja tetapi mengalami berbagai proses perubahan secara bertahap melalui banyak revolusi dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejarah mencatat setelah penemuan mesin uap pertama kali, teknologi berkembang luar biasa bahkan sekarang orang dapat berpergian kemanapun dia suka dengan mudah dan cepat. Penambahan kecepatan alat transportasi bukan hanya di darat tetapi juga di laut atau udara sekalipun hingga perjalanan manusia sekarang bukan lagi dari pulau ke pulau di Bumi yang dirasa semakin sempit saja melainkan telah beralih antar planet yang berjarak ribuan tahun cahaya. Paling tidak manusia telah berusaha memainkan peranan penting dalam peradaban. kalau saja kita berpaling sebentar untuk mundur sekian ratur tahun yakni di abad ke XV, dari sinilah titik awal transportasi bermula yakni ketika pertama kali bentuk roda ditemukan masih berwujud kotak dari bahan kayu yang dipasang pada seekor keledai dan diatas roda dimuat kayu, meski cukup sukar berjalan tetapi sempat membuat orang yang melihat terheran-heran dengan penemuan itu. Ketika abad XVI, orang sudah merangkai ban dari bahan kayu berbentuk bulat kemudian dilanjutkan penemuan gir, teknologi sepeda mulai kelihatan bentuk. Tahun 1970 Comte Mede de Sivrac asal Perancis mulai menyempurnakan bentuk sepeda yang meski masih dari bahan kayu tetapi telah menyerupai bentuk asli seperti sekarang, itulah prototype sepeda. Dari bentuk sepeda ini dikembangkan bentuk lain yang merevolusi antara lain: sepeda, gerobak, mobil; sepeda, becak, bemo; sepeda, gerobak, kereta api hingga ke bentuk pesawat. Dengan bermunculan alat transportasi bermesin menggunakan bahan bakar, sepeda kehilangan simbol sebagai primadona bahkan kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota sepeda lambat laun julukan itu mulai pudar. Transportasi sepeda beralih pada kegiatan Olah raga dan sebagian lagi masih digunakan masyarakat pedesaan. Namun seiring perjalanan waktu ketika bahan bakar sebagai kebutuhan utama kendaraan bermesin mulai menipis, orang kembali menggunakan sepeda sebagai alternatif pilihan beraktifitas karena mudah dan murah biaya perawatan serta terbebas dari pengaruh polusi asap kendaraan bermotor. Selain itu kegiatan lalu lintas jalan raya bukan tambah berkurang tetapi menunjukkan peningkatan luar biasa, mobilisasi penduduk mulai meningkat tajam di penghujung abad ini mengakibatkan bahaya kecelakaan setiap saat mengancam nyawa. Kegiatan sepeda khususnya berkaitan dengan olahraga di Daerah Istimewa Yogyakarta telah berkembang sangat baik dengan hadirnya 10 orang pembalap nasional yang menggunakan kota ini sebagai pusat latihan dan juga ditetapkannya Yogyakarta sebagai pemusatan latihan nasional cabang balap sepeda untuk persiapan Sea Games tahun 1997 di Jakarta. Maraknya kegiatan ini juga ditunjang oleh Komda ISSI yang terus mengadakan kegiatan bekerja sama dengan beberapa instansi negeri atau swasta untuk mendapatkan bibit baru, sehingga tidak heran dalam sebulan tercatat 5-7 kali perlombaan balap sepeda untuk beberapa cabang digelar. Sayangnya kegiatan itu masih dilaksanakan di jalan raya yang menghadapi kendala akibat kendaraan lain atau perubahan cuaca. Dengan demikian pengadaan fasilitas kegiatan olahraga sepeda di Yogyakarta menjadi kebutuhan penting selain bertitik tolak dari latar belakang diatas juga sudah mendapat dukungan dari Pengurus Besar ISSI di Jakarta dalam suatu konferensi di Bali tahun lalu. Dari masukan data itu, penulis merencanakan proyek: BANGUNAN PENDIDIKAN LATIHAN DAN REKREASI SEPEDA DI YOGYAKARTA Dengan maksud menambah ciri kota sebagai kota pelajar, menambah alternatif pilihan tempat olah raga dan rekreasi, menambah obyek wisata daerah, mengembangkan kawasan pembangunan dalam hal ini Dusun Cangkringan sebagai kawasan olah raga di Yogyakarta. Konsep bangunan yang dipilih adalah bentuk tradisional candi sebagai ciri budaya Jawa (Hindu) dikombinasikan dengan bentuk atap Joglo berlatar belakang gunung Merapi sehingga terdapat kesesuaian bentuk dengan alam. Sementara itu konsep ruang menampilkan bentuk Mall dengan area terbuka di tengah (Void) dan plafond (langit-langit) tinggi agar dapat memanfaatkan udara sejuk dari alam sekitar. Permainan tinggi lantai serta pemilihan warna soft/lembut yakni warna pastel sebagai satu cara mewujudkan kesan rekreatif dan skala ruang yang cukup besar sebagai upaya mengatur sirkulasi lebih bebas. Pemanfaatan detail arsitektur terutama diberikan pada daerah yang selalu terlihat pengunjung antara lain: gapura atau gerbang utama dan pintu utama sebagai entrance, bentuk lampu, bentuk tangga, assesoris pada kolom, atap dan dinding serta pemanfaatan kaca warna. Pada bagian tata ruang luar (eksterior) terutama dilintasan jalur balap sepeda dipilih warna berbeda agar terkesan khusus sebagai pemisah dan memudahkan pengawasan termasuk pada beberapa tempat penanggung jawab pertandingan, ruang istirahat atlet dan tempat penonton yang diberi aksen warna berbeda. Tata lampu taman dilintasan dan ruang parkir juga memiliki desain berbeda agar tidak membosankan. Pemilihan warna dominan hijau adalah salah satu cara menyatukan dengan alam serta enak dipandang mata. Dengan demikian keseluruhan bangunan diharapkan dapat mempunyai ciri arsitektur tersendiri dan mudah diingat.
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Subjects: | Arsitektur > Bangunan Arsitektural Penelitian Dosen > Arsitektur > Bangunan Arsitektural |
Divisions: | Fakultas Teknik > Program Studi Arsitektur |
Depositing User: | Editor UAJY |
Date Deposited: | 03 Jul 2019 05:05 |
Last Modified: | 03 Jul 2019 05:05 |
URI: | http://e-journal.uajy.ac.id/id/eprint/19238 |
Actions (login required)
View Item |