Novrita, Cindy Hapsari (2008) POLITIK IDENTITAS JAWA-CINA Kajian Atas Ungkapan Tradisional “Jawa Safar Cina Sajadah” Yang Terdapat Pada Tradisi Lisan Jawa. S1 thesis, UAJY.
Text (Halaman Judul)
0KOM01161.pdf Download (163kB) |
|
Text (Bab I)
1KOM01161.pdf Download (260kB) |
|
Text (Bab II)
2KOM01161.pdf Download (769kB) |
|
Text (Bab III)
3KOM01161.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
|
Text (Bab IV)
4KOM01161.pdf Restricted to Registered users only Download (462kB) |
|
Text (Bab V)
5KOM01161.pdf Download (56kB) |
Abstract
Berhadapan satu lawan satu dengan teks tradisi lisan bukanlah hal yang mudah. Sebagai Subyek Pembaca dengan metode pembacaan empirisisme rasional yang mempersyaratkan keterjarakan, teks tradisi lisan memiliki karakter yang sangat berlainan dengan teks tertulis pada umumnya. Ada begitu banyak faktor yang terintegrasikan dalam pembacaan teks; sejarah dan tradisi, sifat dan genealogi, hingga elemen kebenaran yang diyakini masyarakat, yang kemudian terkristalisasikan dalam identitas kedirian hari ini. Bagi masyarakat Jawa yang memiliki struktur masyarakat berlapis dan tertutup, pola merupakan sebuah elemen yang mendasari keyakinan atas cara pandang hidup. Dengan mempelajari pola, seseorang dapat merangkai sebuah pola baru yang bisa menjadi bekal untuk membaca pergerakan demi pergerakan ke depan. Hal ini sesungguhnya dilandasi oleh ide pengkapsulan alam kedalam cara berpikir, dimana pola alam yang memiliki ritme diterapkan pada berbagai sendimentasi kehidupan pribadi dan juga saat merumuskan kehidupan sosial. Karena itulah, tujuan ketentraman dalam masyarakat Jawa adalah pola keseimbangan; antara alam dengan manusia, antara publik dan privat. Walau demikian, relasional masyarakat yang berlapis dan tertutup ini dengan masyarakat pendatang terbingkai dalam situasi yang rumit dan kompleks. Dengan prospektus yang diamini dari sebuah sejarah keagungan pada masa-masa kerajaan, masyarakat Jawa kerap memandang dirinya sebagai entitas yang telah mencapai fase kesempurnaan hidup; hal yang justru menciptakan jurang antara dirinya dengan realitas kehidupan yang dijalaninya hari ini. Sementara, tentunya, keteraturan realitas hari ini membutuhkan sebuah wisdom yang berakar pada persoalan-persoalan hari ini; bukan wisdom yang diberangkatkan semata-mata dari sejarah keagungan masa lalu. Munculnya Bangsa Cina sebagai pengisi level ini merupakan konsekuensi logis atas kekosongan dalam pembentukan struktur masyarakat modern yang mulai mengenal sistem perekonomian global. Sebagai bangsa perantau yang memiliki sejarah kebudayaan tua dan panjang, jaringan perekonomian yang dimilikinya memungkinkan Cina untuk—secara pelan tapi pasti—menggerus level kelas menengah masyarakat Jawa yang selama ini dikuasai oleh para priyayi dan orang-orang terdekat raja. Tidak mengherankan apabila transisi rezim Majapahit- Demak diwarnai perdebatan dan tudingan atas keterlibatan Cina atas motif politiknya. Pembacaan ungkapan tradisional saloka ‘Jawa Safar Cina Sajadah’ merupakan sebuah upaya untuk melihat kembali faktor-faktor yang mendasari relasi antara kedua bangsa ini. Dengan latar fase Islamisasi pada masa awal konsolidasi kerajaan Islam pertama di Jawa— Demak Bintara, pembacaan atas teks ini bisa mengarahkan Subyek Pembaca kepada sifat dasar dari kedua bangsa ini; Jawa dengan keagungan dan tanah yang subur, dan Cina dengan keuletannya. Bahwa harus diakui, kolonialisme Belanda hanya memanfaatkan sifat-sifat mendasar ini saat menstrukturisasikan masyarakat jajahan di Jawa pada level-level yang bertingkat. Dengan metode sejarah mental dan pendekatan hermeneutika, proses pembongkaran struktur teks memungkinkan Subjek Pembaca untuk kembali mendudukkan persoalan pada sifat dasar yang dimiliki kedua bangsa ini. Dengan demikian, teks tradisi lisan yang bersifat esoteris ini harus dipampangkan dengan meninggalkan ego kemanusiaan hari ini agar pola kebersamaan yang dicita-citakan dalam konsep berbangsa dapat terwujud secara lumrah dan bijaksana. Teks yang sesungguhnya tidaklah sekedar membongkar sifat dasar kedua bangsa di atas semata, namun juga sifat dasar Subyek Pembaca yang cenderung berusaha menaklukkan sesuatu di luar dirinya. Inilah sesungguhnya yang menjadi tujuan dari dialektika kemanusiaan. Sebuah pertanyaan yang masih membutuhkan jawaban.
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Subjects: | Komunikasi > Komunikasi |
Divisions: | Fakultas ISIP > Ilmu komunikasi |
Depositing User: | Editor UAJY |
Date Deposited: | 14 Nov 2016 10:26 |
Last Modified: | 14 Nov 2016 10:26 |
URI: | http://e-journal.uajy.ac.id/id/eprint/10767 |
Actions (login required)
View Item |